Selasa, 22 Juli 2014

Masih Mahal, Obat dan Tes HIV Baru Tetap Sulit Terjangkau

Melbourne, WHO memprediksi di tahun 2030, jumlah kasus HIV-AIDS akan menurun drastis seiring dengan makin terbukanya akses pengobatan bagi para penderita, terutama di negara-negara berkembang. Namun upaya ini bukannya tak menemui hambatan.

"Hampir 12 juta orang di negara-negara berkembang kini telah mendapat obat antiretroviral (ARV). Semakin banyak orang yang mendapat pengobatan lebih awal dan mereka perlu mendapat perawatan seumur hidupnya," ujar dr Jennifer Cohn dari organisasi kemanusiaan medis internasional, Medecins Sans Frontieres/Dokter Lintas Batas (MSF) saat menghadiri Konferensi AIDS Internasional di Melbourne.

Direktur Medis Kampanye Akses MSF tersebut menjelaskan ada dua macam perawatan tambahan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita HIV-AIDS. Pertama, 'viral load testing' secara rutin.

Tes ini diklaim sebagai cara terbaik untuk memonitor efektivitas obat antiretroviral yang diberikan kepada pasien, dengan cara menghitung jumlah virus yang 'tersisa' dalam darah setelah diberi obat HIV. Dengan tes ini, dokter dapat melihat apakah pasien merespons pengobatan yang diberikan dengan baik atau tidak.

"Hal ini bila ditambah dengan konseling dan dukungan akan membantu pasien agar bisa bertahan dengan obat lini pertama dalam waktu yang lebih lama," ungkap dr Cohn dalam rilis yang diterima detikHealth, Selasa (22/7/2014).

'Viral load monitoring' ini juga dikatakan lebih akurat dan lebih cepat mendeteksi apakah pasien butuh perawatan lini kedua atau lini ketiga andaikata pengobatan yang saat ini mereka dapatkan ternyata tak mampu bekerja dengan baik.

MSF juga melaporkan di sejumlah negara dengan jumlah kasus HIV-AIDS tertinggi di dunia seperti India, Kenya, Malawi, Afrika Selatan dan Zimbabwe sebenarnya 'viral load monitoring' sudah mulai diimplementasikan, meskipun belum dalam skala yang luas. Hanya saja menurut dr Cohn, kendalanya terletak pada biaya tes yang masih selangit.

"Kami tahu apa yang dibutuhkan untuk membantu memastikan virus HIV bisa ditekan hingga tak terdeteksi dan jumlahnya tetap bertahan di level itu. Tapi di sebagian besar daerah kerja kami, harganya tidak terjangkau," keluh dr Cohn.

Ini belum termasuk mahalnya harga obat-obatan yang dibutuhkan para pengidap HIV-AIDS, terutama obat lini kedua. Berdasarkan laporan tahunan MSF tentang harga obat-obatan untuk pasien HIV-AIDS yang bertajuk Untangling the Web of Antiretroviral Price Reductions, harga obat lini pertama dan sebagian obat lini kedua memang telah menurun dalam kurun 12 bulan terakhir. Sumber : Detik.com

Namun harga obat lini kedua masih dua kali lebih mahal dibandingkan obat lini pertama. Bahkan di beberapa negara dengan penduduk berpenghasilan menengah ke bawah, mereka rata-rata harus membayar 12 kali lebih mahal dari harga terendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar