Senin, 08 Juli 2013

Kanker serviks, berbahaya tapi bisa dideteksi

Kebanyakan kasus kanker serviks atau kanker leher rahim ditemukan dalam stadium lanjut karena pada tahap awal biasanya penyakit ini tidak memberikan gejala. Tapi bukan berarti kanker leher rahim (serviks) tidak bisa dideteksi dan dicegah.

Secara umum ada dua cara pencegahan kanker serviks yang disebabkan oleh infeksi human papilloma virus (HPV), yakni pencegahan primer dengan vaksinasi serta pencegahan sekunder dengan pemeriksaan pap smear berkala.

Namun, baik upaya pencegahan primer maupun sekunder belum banyak dilakukan di negeri kita sehingga kanker servik masih merupakan kanker yang sering dijumpai pada perempuan.

"Setiap wanita berpeluang menderita kanker. Pap smear sampai saat ini masih jadi metode deteksi dini kanker leher rahim terbaik, terutama bagi yang pernah berhubungan seksual," kata dr. Chamim, Sp.OG (K) dari Brawijaya Women and Children Hospital, pada acara bertema Early Detection Cervical Cancer and Breast Cancer di Jakarta, Sabtu (6/7).

Pap smear sebaiknya dilakukan secara rutin. Pemeriksaan dilakukan 5 hari setelah haid.  Pemeriksaan ini mengambil contoh sel leher rahim wanita.

Jika hasil pemeriksaan negatif menandakan tidak adanya sel kanker. Meski begitu gaya hidup sehat tetap harus dilakukan untuk menekan risiko kanker. "Jangan lupa untuk kembali pap smear dalam satu atau 2 tahun," katanya.

Sementara itu jika hasil tes positif, menandakan adanya perubahan sel pada tubuh wanita. Chamim menyarankan wanita melakukan biopsi untuk memastikannya. Melalui tes ini akan diketahui apakah sel hanya sekedar berubah (displasia), atau sudah menjadi kanker. Selanjutnya dokter akan menentukan terapi apa yang sebaiknya dijalani.

Pap smear sendiri tidak 100 persen menentukan adanya perubahan sel yang merujuk pada kanker. Tingkat akurasinya berkisar antara 70-95 persen, bergantung pada laboratorium penguji, misalnya keakuratan pengambilan sampel, pengolahan bahan, sampai interpretasi gambar sediaan sampel.

Itu sebabnya terkadang ditemukan adanya hasil false negatif (sel dinyatakan normal padahal terdapat perubahan sel) dan false positif (hasil tes mengatakan wanita memiliki sel leher rahim abnormal padahal sel tersebut sesungguhnya normal).

Namun kesalahan ini bisa diminimalisir bila wanita rutin melakukan pap smear. "Kalau rajin pap smear jadi lebih mudah dan cepat ketahuan. Apalagi bila dokternya sudah sering melakukan pap smear, mungkin kurang dari seminggu sudah ada hasil," jelas Chamim.

Selain pap smear, Chamim menyarankan tes menggunakan Internal Visual with Acidity Avid (IVA). Tes ini menggunakan asam asetat dengan kadar 3-5 persen, yang diteteskan pada leher rahim. Apabila terdapat lesi atau bercak keputihan, maka terdapat perubahan sel yang mengindikasikan pasien untuk melakukan tes lanjutan.

Tes ini, kata Chamim, tidak memerlukan alat atau kapasitas tertentu. "Dokter atau bidan puskesmas bisa melakukannya. Metode ini banyak dipakai di negara berkembang dengan sumber daya terbatas," ujarnya.

Hasil tes IVA juga bisa terbaca dalam waktu kurang dari satu menit. Menurut Chamim, pap smear dan IVA sama efektifnya sebagai deteksi dini cegah kanker. Pengulangan IVA juga sebaiknya dilakukan 1-2 tahun.

Dengan adanya dua metode ini, kata Chamim, tidak ada lagi alasan untuk tidak melakukan deteksi dini kanker leher rahim pada wanita.

Sumber: Kompas.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar